Kaliwungu merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah, Kecamatan ini berpapasan langsung dengan Semarang di sebelah Barat kota Semarang.
Kaliwungu terkenal dengan sebutan kota santri karna terdapat banyak pondok pesantren, pemberian nama Kaliwungu diambil dari peristiwa seorang guru yaitu Sunan Katong dan murid nya Pakuwojo yang berkelahi didekat sungai sampai menjadikan pertumpahan darah terjadi demikian dikarnakan beda prinsip.
Dari cerita orang-orang terdahulu, Sunan Katong dan empu pakuwojo ini berawal dari cerita sunan katong yang katanya beliau melakuakn perjalananan dari Demak ke Tanah Perdikan Prawoto diutus oleh Wali Songo untuk menyadarkan dan menasehati Empu Pakuwaja yang merupakan murid dari Syeh Siti Jenar.
Dalam perjalanannya beliau ditemani oleh tiga santrinya yaitu Wali Jaka, Ki Tekuk Penjalin, dan Kyai Gembyang. Setelah sampai di tempat tujuan, beliau mendirikan sebuah Padhepokan di tepian Kali Sarean.
Beliau adalah sosok ulama yang mempunyai ilmu tinggi, berbudi luhur dan disegani. Dalam waktu yang tidak lama bagi beliau untuk mendapatkan banyak santri, Banyak orang datang ke padhepokan untuk belajar ilmu agama.
Empu Pakuwaja adalah seorang bangsawan trah Majapahit. Mempunyai ciri khas gagah berani, berwatak keras dan teguh pendirian.
Dia mempunyai 2 orang putri yang bernama Surati dan Raminten,dan Dia juga mempunyai murid kesayangan, yaitu Jaka Tuwuk dan Pilang.
Ketika Sunan Katong menemuinya dan berusaha mengajaknya kembali ke dalam ajaran Islam yang sejati, Empu Pakuwaja menolak.
Dia justru menantang Sunan Katong untuk bertanding adu kekuatan. Setelah itu Maka terjadilah bertandinglah, Mereka mengeluarkan ilmu olah bathin. Akhirnya Sunan Katong berhasil mengalahkan Empu Pakuwaja.
Dalam keadaan terluka Empu Pakuwaja berlari dan mencoba bersembunyi dari kejaran Sunan Katong. Dalam pelariannya Empu Pakuwaja merasa haus yang sangat.
Lalu Empu Pakuwojo memasuki rumah orang yang tidak dikenal karna rumah itu terliat sepi dan tidak ada orang, saking hausnya dia meliat air dimeja kemudian bergegas meminum air tersebut setelah meminum air dalam kendi itu habis Empu Pakuwojo tertidur pulas.
Tiba-tiba dia terbangun dalam tidurnya setelah mendengar suara pertengkaran seorang suami istri dikarnakan ribut masalah air kendi yang habis diminum padahal air tersebuta akan digunakan untuk memasak.
Empu pakuwojo yang melihat keributan ituntidak tahan akan keributannya yang mengganggu pikirannya lalu dia membunuh pasangan suami istri tersebut, kini Tempat itu kemudian dikenal dengan nama Singopadu. Sedangkan Sunan Katong terus mengejar di belakang Empu Pakuwaja.
Melihat situasi yang sangat terancam empu Pakuwojo melanjut perjalanan dan kembali bersembunyi di ballik pohon kendal dan ternyata Sunan Katong mengetahui keberadaan persembunyian Empu Pakuwojo sehingga Sunan Katong mengkap Empu pakuwojo.
Empu Pakuwaja kemudian menyerah dan mengakui kesaktian dan ketinggian ilmu Sunan Katong. Diapun bersedia menjadi pengikut Sunan Katong, bahkan dia menjadi murid kesayangan.
Tempat menyerahnya Empu Pakuwaja itu di kemudian hari dinamakan Kendal. Selain nama pohon, Kendal juga berarti penerang, Sunan Katong berhasil memberikan penerangan kepada Empu Pakuwaja dan membawanya kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.
Menurut cerita dari orang jaman dulu suatu hari, Empu Pakuwaja marah kepada putrinya, yang bernama Raminten.
Dikarnakan Raminten mencintai Jaka Tuwuk, padahal Empu Pakuwaja sudah menjodohkan Jaka Tuwuk pada Surati putrinya yang satunya.
Ternyata Jaka Tuwuk juga mencintai Raminten, mereka saling mencintai.
Baca juga:- Masyarakat Mandiri Menghadapi Pandemi
- Kyai-kyai di Kaliwungu Pada Zaman Sekarang
- Pentingnya Menanamkan Jiwa Produktif Kepada Para Pelajar Dimasa Pandemi Covid 19
Ketika Empu Pakuwaja yang mengetahui hal tersebut sangat marah. Lalu dia mencari Raminten dengan maksud menghajarnya. Raminten yang paham akan watak keras ayahnya, segera melarikan diri.
Dia mencari perlindungan, dan dia merasa orang yang bisa melindunginya hanyalah Sunan Katong.
Bergegaslah Ruminten minta bantuan kepada Sunan Katong.
Namun Empu Pakuwaja yang gelap mata dan mengejar Raminten dengan rasa sangat marah mengetahui ada orang yang melindungi putrinya.
Diapun langsung menghunus Keris ke dada orang yang melindungi putrinya. Ketika keris sudah menancap, Empu Pakuwaja sadar akan orang yang ditusuknya adalah gurunya sendiri.
Empu Pakuwaja jatuh tersungkur dan meminta maaf bersujud di hadapan sang guru. Sunan Katong mencabut keris dari dadanya dan menancapkan keris tersebut kepada Empu Pakuwaja. Keduanya gugur dalam pertumpahan darah.
Dari luka Sunan Katong mengalir darah berwarna biru, sedangkan dari luka Empu Pakuwaja mengalir darah berwarna merah.
Kedua aliran darah itu menyatu di Kali Sarean, membuat warna air sungai berubah menjadi ungu.
Begitulah awal kisah tentang penamaan kota Kaliwungu yang mana kedua tokoh itu gugur dan darahnya menyatu kemudian dikenal dengan nama “KALIWUNGU” (sungai yang airnya berwarna ungu).
Penamaan kota santri sendiri itu juga berawal kisah Sunan Katong yang telah berhasil menjadikan sebagian masyarakat Kaliwungu berbondong-bondong mengabdi menjadi santri hingga sampai sekarang terus berkembang menjadikan disetiap sudut Kota Kaliwungu menghasilkan Ulama-ulama menyebar tokoh agama dan menjunjung tinggi Ilmu Agama Islam dan banyak membangun pondok-pondok pesantren sendiri.
Seperti Makam Sunan Katong dan Empu Pakuwaja yang berada di bukit Jabal Nur selalu ramai dikunjungi peziarah ketika perayaan Syawalan.
Kota Kaliwungu juga dilihat dari sejarah peninggalan jaman dahulu terdapat tempat-tempat yang masih berdiri kokoh namun terlihat seperti bagunan tua yang menakjukkan seperti Gapuro yang bertuliskan “pungkuran” menggunakan aksara Jawa yang berada di Kampung Pungkuran yang kita kenal sekarang itu merupakan tempat persinggahan para punggawa dan prajurit keraton lengkap dengan senapan laras panjangnya yang kas dan sebuah kereta kencana yang kini disimpen dipendopo kabupaten kendal.
Menurut cerita kampung pungkuran yang terdapat bangunan persinggahan dulu kini dijadian mushola dan madrasah yang tersisa hanya gapura saja dan meriam kecil yang berada ditengahnya.
Dan ada juga bagunan tua yang masih ada keberadaannya sampai sekarang terdapat di pinggir jalan tepat nya di lapangan brimob Pantaran Kaliwungu.
Yang katanya dulu adalah tempat pabrik gula pada tahun 1910-1925 dan mengalami kejayaan pada masanya.
Penjualan produksinya dilakukan oleh Cultur maatschapij der Vordtenlanden. Pabrik ini sangat mempunyai peran besar dalam meningkatkan ekspor gula dari Hindia dan Belanda.
Dan saat ini keberadaan pabrik gula sudah hancur. Bangunan ini merupakan salah satu bangunan termegah di komplek Pabrik Gula Kaliwungu dan merupapakan bagunan menyerupai gaya kolonial dan pasa masa sekaran kondisi bangunan sangat tidak terawat dan keliatan menyeramkan.
By. Qonita