Oleh : Shokhekul Huda
Seorang Muslim dapat melakukan aktivitasnya menjadi bernilai ibadah. Dalam Islam ada Ibadah badaniah (bersifat lahir) dan ibadah qalbiyah (bersifatbatin).
Ada yang wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Itu semua menuntut seorang Muslim untuk dapat memperhatikan hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya, bersedekah kepada tetangganya yang membutuhkan lebih diutamakan daripada melaksankani badah haji sunnah. Segala aspek kehidupan yang mencakup urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan ajaran Islam.
Seorang muslim tidak boleh memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kehidupan seorang Muslim bukan hanya didalam masjid, melainkan juga dapat mengikat hatinya dengan masjid meskipun jasadnya di luar masjid.
Sesungguhnya Islam menuntun umatnya untuk dapat memperhatikan semua aspek kehidupannya secara seimbang. Seorang Muslim sufistik memiliki karakteristik kehidupan ruhani.
Jika tasawuf selama ini diselaraskan dengan kehidupan yang sangat privat individual, statis, dan jauh dari kemajuan, kiranya hal tersebut perlu mendapat kritik. Sebab, tasawuf dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, justru telah membuktikan senantiasa dinamis dan kontekstual.
Sayyid hossein Nasr mengatakan bahwa tasawuf sebagai jalan menuju Allah didasari oleh dimensi batin Al-Qur’an dan kenyataan batin Nabi Muhammad Saw sebagai insan kamil.
Kaum sufi ini terkadang menggunakan symbol-simbol yang mujarab dan manjur serta formula intelektual dari tradisi-tradisi lain yang cocok untuk menujukan kenyataan ruhani yang murni Islam. Jadi, inti tasawuf sebenarnya berakar dalam wahyu Al-qur’an dan realitas batin nabi Muhammad Saw dan amalannya menjadi mungkin hanya melalui rantai kekuatan ini sufistik (walayah) yang kembalipadaNabi.
Dalam ajaran Tasawuf, pelaksanaan ibadah bukan hanya dengan melakukan gerakan gerakan dan bacaan bacaan tanpa memahami makna yang ada di dalam ibadah tersebut, tidak seperti seseorang yang membawa kitab tanpa mengerti apa yang dibacanya.
Kehidupan yang beragam dengan ibadah yang hanya terkonsentrasi pada amal lahiriah (syari’at) ini akan hampa karena hati kosong dari hakekat ibadah yang sedang dilakukan, makna yang terkandung didalam ibadah inilah yang dikalangan tasawuf dikenal dengan istilah hakikat.
Dalam pandangan tasawuf hakikat merupakan kunci atau rahasia yang paling dalam dari syari’at dan tahap akhir yang ditempuh oleh seorang sufi, sebelum memasuki pada makam makrifat. Jika pengamalan seperti bacaan solat adalah syari’at.
Komunikasi spiritual antara seorang abid (hamba) danmakbud (yang disembah) adalahhakikat, jikagerakdalambacaan yang ada dalam ibadah haji adalah syari’at, berjumpa dengan Allah hakikatnya.
Dalam pandangan sufi, syari’at dan hakikat adalah dua hal yang tidak didukung dengan hakikatnya. Kegiatannya tidak diterima.Setiap hakikat tanpa didasari dengan syari’at, urusannya tidak berhasil.
Dalam memasukan jiwa tasawuf dengan kata lain makrifatulloh pada keluarga pernikahan dini diperlukan tahap-tahap dalam perjalan dan diarahkan pada nilai makrifat yang terarah pada kesehatan mental.
Karena ketika seseorang telah masuk dalam ajaran tasawuf otomatis incaran terbesarnya adalah psikologis seseorang. Sehingga tasawufsebagai solusi tingkat pertama yang harus dilakukan setiap muslim bagi remaja yang menikah diusia dini.
Pernikahan di Indonesia diatur dalam pasal 7 UU no 1 tahun 1974 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan “Hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun” ketentuan batas kawin ini seperti disebutkan dalam KHI pasal 15 ayat 1 didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga.
Ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan UU perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah masakjiwa raganya, agar tujuan perkawinan dapat diwujudkan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.Untuk itu harus dicegah adanya perkawin anntara calon suami istri yang masih dibawah umur.
Dari aspek mental, baik untuk laki-laki maupun perempuan, kesiapan mental tidak kalah pentingnya dari pada kesipan fisik. Mengingat kehidupan ini tidak selalu ramah bahkan kadang-kadang kejam, sangat mutlak diperlukan kesipan mental, kesabaran, dan keuletan.
Tanpa itu semua baik suami maupun isteri akan putus asa dan bosan. Hal ini berarti dapat menjadikan sebuah kegagalan yang bisa berujung dengan perceraian. Belum lagi menghadapi tingkah laku suami ataupun istri yang kadang kala tidak sesuai dengan selera masing-masing.
Dapat dimaklumi bahwa dua manusia apalagi berbeda jenis tentu pula berbeda kehendak, dan berbeda selera. Terlebih-lebih apabila terjadi kemelut dengan berbagai sebab.
Semua ini tentu memerlukan kesiapan mental, kesabaran, dan ketabahan untuk menghadapinya. Tanpa adanya sifat tersebut, rasanya sulit mempertahankan keutuhand alamrumah tangga.
Disinilah pentinganya tasawuf sebagai solusi bagi pernikahan keluarga dini. Sehingga kesehatan mental menjadi baik dan suami istri mampu menghadapi dunia luar yang begitu keras.
Sedikit demi sedikit jiwa dewasa mulai terbuka dan mampu berfikir jernih demi keberlangsungan hidup suami dan istri.
Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual. Dalam hubungannya dengan manusia, sasaran tasawuf lebih mengarah pada rohani dari pada aspek jasmani.
Karena tasawuf lebih menekankan pada spritualitas pada segala aspeknya karena para ahli tasawuf atau sufi lebih mempercayai dunia spiritual dari pada dunia material. Secara ontologis mereka meyakini bahwa dunia spiritual lebih hakiki dari pada dunia jasmani karena akhir dari segalanya adalah Tuhan.
Dalam menundukkan diri pada Allah, seseorang harus berusaha menembus rintangan-rintangan materi supaya rohnya menjadi suci karean Allah hanya dapat didekati oleh orang yang suci. Sehingga tasawuf biasa disebut shaffa artinya kesucian, yaitu kesucian jiwa seorang sufi setelah mengadakan penyucian jiwa dari kotoran-kotoran atau pengaruh-pengaruh jasmani.
Dilihat dari aktivitas kehidupan sufi yang selalu berusaha untuk menyucikan batin mereka. Kata shafa atau shafw tampaknya cocok dijadikan sebagai asal kata sufi. Hal ini yang kemudian mengunggah Nicholson, setelah mengumpulkan bebrapa pendapat yang diperoleh dari abad ke 2 dan ke 3 hijriah sampai pada kesimpulan bahwa kata sufi berasal dari kata shafa dengan huruf ya atau ali di belakang.
Walaupun demikian, derivasi kata sufi dari kata ini, sebagaimana disyinyalir oleh al-qusairi, tidak sesuai dengan ketentuan bahasa (baid fi mauqtadha al-lughah.)
Para sufi menekuni tasawuf dengan tujuan membersihkan jiwa dan hati agar mendekatkan diri kepada Allah Swt (Taqarrub Ilallah ). Tujuan ini bisa dilihat dari pernyataan awal tentang hakikat dan tujua tasawuf. Husain ibn ali berkata tasawuf adalah kebaikan budi pekerti.
Ia yang memiliki budi pekerti yang baik adalah sufi yang baik. Pada dasarnya tujuan tasawuf ada empat. Pertama, untuk membersihkan hati agar dapat mendekatkan diri kepada Allah. Kedua, untuk membina akhlak mulia (akhlak karimah). Ketiga, untuk memperoleh ma’rifah (pengetahuan sejati tentang Tuhan). Keempat, untuk memeroleh ilmu-ilmu hakikat (ilm al-ladunni).
Karena tujuan-tujuan inilah, para sufi melakukan sejumlah praktik/perjalanan spritual.
Tujuan akhir dari tasawuf adalah bagaiman memperoleh derajat kedekatan dengan Tuhan sedekat-dekatnya. Sama halnya dengan si pecinta batu akik dan si pemuda yang jatuh cinta, dalam bertasawuf juga harus ada tuntunan, jalan, dan usaha yang sungguh-sungguh sehingga tidak sia-sia lah apa yang dicita-citakan yakni mencapai keridhaan ilahi. Berikut adalah rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dalam bertasawuf.
1. Syari’at
Para ahli hukum Islam, Syari’at diartikan sebagai seluruh ketentuan yang ada didalam al-Qur’an dan as-Sunnah, baik yang berhubungan dengan akidah, akhlak, maupun aktivitas manusia baik yang berupa ibadah maupun muamalah. Abu A’la Al-maududi sebagaimana dikutip oleh Amin rais menyatakan syari’at Islam adalah skema kehidupan yang lengkap dan suatu tata sosial yang serba mencakup, dimana tidak ada yang tidak bermanfaat dan tiada kurang.
Dengan definisi lain syari’at Islam adalah suatu kesatuan organis yang harus diterima secara utuh. Bila kita mengambil sebagian ketentuan syari’at dan melepaskannya dari bagian-bagian lainny, maka syari’at akan kehilangan fungsinya. Sebagai contoh sederhana, sebuah tangan berfungsi baik kalau ia berada dalam satu kesatuan yang utuh. Bila tangan itu kita lepaskan dari badan makan tangan itu kehilangan fungsi dan maknanya.
Dalam islam pokok landasan agama ada beberapa yang harus dilakukan sebagai seorang muslim. Pokok yang harus dijalankan diantaranya Islam, iman, dan ihsan. Islam adalah perbuatan anggota badan yang lahir, baik perkataan maupun perbuatan, sedangkan iman diartikan sebagai keyakinan yang berada dalam batin.
Namun bukan berarti penafsiran tersebut menunjukan bahwa Islam dan iman adalah sesuatu yang terpisah secara total, karena banyak dalil yang menunjukan bahwa amal bagian dari iman. Ihsan adalah ajaran agama dari sisi ruhnya hati, yaitu kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat Allah, maka yakin bahwa Allah melihat kamu.
Rukun ini akan menyampaikan kesempurnaan hidup, menghasilkan kondisi-kondisi khusus, perasaan-perasaan khusus, tingkatan ma’rifat pengetahuan dan kelebihan khusus yang oleh Istilah para ulama dinamakan hakikat dan secara khusus dikaji dan dibahas oleh ulama Tasawuf.
2. Tarekat
Tarikat berasal dari bahasa arab thariqah yang artinya jalan, keadaan dan aliran dalam garis sesuatu. Jamil shaliba mengatakan bahwa secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang dan lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat.
Istilah tarikat lebih banyak digunakan oleh ahli tasawuf. Mustafa zurhri dalam hubungan inimengatakan bahwa tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah dengan ajara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., dan dikerjakan oleh sahabatnya, tabi’in, dan tabi’it tabi’it turun menurun sampai kepada guru-guru secara berantai masa kini.
Para ahli tasawuf telah menyususn peta perjalan menuju Allah dan telah menjelaskan tingkatan dan maqam-maqamnya dan juga washilah atau teknik-tekniknya amalannya-tentu sesuai dengan pengalaman spritual yang telah yang telah ditempuhnya, karena setiap sufi memiliki pengalaman spritual yang berbeda-beda, seorang Ahli tasawuf Abu Bakar al-kattani dan abu Hasan ar-Ramli berkata:”Aku bertanya kepada Abu said al-Kharraz, beritahu kami tingkat-tingkat pemula jalan menuju Allah?”, dia menjawab:”Taubat dan ikuti syarat-syaratnya. Setelah dari maqam taubat lanjutkan maqam khauf’. Dari maqam khauf lanjut ke maqam raja’. Dari maqam raja’ ke maqam shalihin.
Kemudian maqam muridin, kemudian maqam muhibbin. Dari maqam muhibbin ke maqam musytaqin, kemudian maqam aulia. Dari maqam aulia ke maqam muqarrabin, setiap maqam ada 10 syarat. Agar seorang murid bisa terbebas dari hambatan dan bisa melewati maqam-maqam tarekat , maka dia harus berjihad dengan bersungguh-sungguh, terus-menerus berzikir, melakukan muraqabah, muhasabah, dan berkhalwat.
3. Hakikat
Dalam pandangan tasawuf, hakikat adalah inti atau rahasia yang paling dalam dari syari’at, rasa, keadaan dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi. Jika garak-garik dan bacaan-bacaan sholat adalah syarat, maka dialog spritual bertemu anatara seorang abid (hamba) dengan ma’bud (yang disembah) adalah hakikatnya. Istilah hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran. Menurut asy-Syiekh Abu Bakar Al-ma’ruf mengatakan: Hakikat adalah (suasana kejiwaan) seorang saalik (Shufi) ketika ia mencapai tujuan sehingga ia dapat menyaksikan (tanda-tanda) ketuhan dengan mata hatinya.
Baca juga:- Pendidikan Islam Era Globalisasi Dan Revolusi Industri 4.0
- Pengaruh Wabah Pandemi Covid-19 Terhadap Pasang Surut Ekonomi Pedagang di Desa Jejeg, Kec. Bumijawa
- Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Era Revolusi 4.0 Untuk Siapkan Generasi Milenial Yang Bermoral
Dalam Tasawuf hakikat adalah imbangan kata syari’at yang identik dengan aspek kerohanian dalam ajaran Islam. Untuk merintis jalan mencapai hakikat seorang harus memulai dengan aspek moral yang dibarengi aspek ibadah.
Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kodisi mental seseorang dari tingkat rndah secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi. Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
4. Ma’rifat
Dari segi bahasa, ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Dapat pula berarti pegetahuan tentang rahasia tentang rahasia hakikat agama, yakni ilmu yang lebih tinggi daripada Ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya.
Ma’rifah adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan hakikat itu satu dan segala yang mewujud berasal dari yang satu.
Ma’rifah adalah kondisi yang bermuara dari upaya-upaya mujahadat dan mengahapus sifat-sifat jelek, pemutusan semua hubungan dengan makhluk serta penghadapan inti/hakikat cita-cita kepada Allah yang dilakukan oleh seseorang.
Dalam kondisi ini, maka Allah kemudian hadir dan mengisi hati seseorang tersebut dan kemudian Allah memenuhi hati orang tersebut dengan rahmat, memancarkan Nur-Nya, melapangkan dada membuka padanya rahasia alam Malaikat, tersingkiplah dari hati orang tersebut kelengahan sebab kelembutan rahmat-Nya, serta berkilaulah disana hakikat masalah-masalah ilahiyat.
Para Nabi dan para wali memperoleh pengetahuan dan dadanya dipenuhi oleh nur dengan cara serupa. Mereka memperolehnya tanpa belajar dan membaca, tetapi dengan zuhud di dunia dan membebaskan diri dari belenggunya, mengosongkan hati dari kotoran-kotorannya, serta menghadap seacara utuh kepada Allah. Ini bisa terjadi kareana barangsiapa keberadaannya untuk Allah juga baginya.
Dalam tasawuf terdapat tiga sistim untuk menuju kenikmatan dan kepuasan sejati. Tiga sistem itu adalah Takhalli, tahalli, dan Tajalli. Takhalli adalah pembersihan diri dari sifat-sifat tercela. Yaitu berusaha mengosongkan tanpa ada sisa-sisa noda dari sifat tercela yang melekat pada batiniah manusia.
Disamping itu juga melaksanakan sistim yang kedua yaitu Tahali (mengisi batiniah dengan sifat-sifat terpuji). Sehingga seseorang akan mencapai maqam yang tinggi yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali bahwa tujuan perbaikan akhlak itu adalah membersihkan hati dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci, bersih bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan.
Pernikahan Dini
Perkawinan adalah akad yang memberikan faedah kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong serta memberikan batasan hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.
Dari pengertian ini setiap masing-masing dari mempelai pria dan wanita memiliki tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi, seperti menafkahi suami menafkahi Istri, Istri merawat anak dan suami, suami memberikan nafkah batin dan menjaga keluarga.
Sedangkan Secara umum pengertian pernikah dini adalah pernikahan yang dilangsungkan saat remaja, belum atau baru saja berakhir. Menurut WHO, batas usia remaja adalah 12-24 tahun.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan, rentang usiaanya 10-19 tahun (dengan catatan, belum menikah). Dan menurut Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi BKKBN, batasanya 10-21 tahun. (Muhyi, 2006, p. 12)
Tujuan perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasrkan ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Mengenai usia perkawinan pada dasarnya hukum Islam tidak mengatur secara rinci tentang batas umur perkawinan.
Tidak adanya ketentuan agama tentang batas umur minimal dan maksimal untuk melangsungkan perkawinan diasumsikan memberikan kelonggaran bagi manusia untuk mengaturnya. Al-qur’an mengisyaratkan bahwa orang yang akan melangsungkan perkawinan haruslah orang yang siap dan mampu. Firman Allah Swt dalam Q.S An-Nur ayat 32:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kata shalihin dipahami kalangan ulama dalam arti “yang layak kawin” yakni kuat secara mental dan spritual untuk membina rumah tangga. Begitu pula dengan yang dijarakan oleh Rasulullah Saw dalam hadistnya ada rambu-rambu yang harus dipenuhi bagi pemuda jika ingin melangsungkan pernikahan:
‘Kami telah diceritakan dari Umar bin Hafs bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami dari ayahku (Hafs bin Ghiyats), telah menceritakan kepada kami dari al A‟masy dia berkata :”Telah menceritakan kepadaku dari ‟Umarah dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkata : ”Aku masuk bersama ‟Alqamah dan al Aswad ke (rumah) Abdullah, dia berkata : ”Ketika aku bersama Nabi SAW dan para pemuda dan kami tidak menemukan yang lain, Rasulullah SAW bersabda kepada kami: ” Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah mampu berumah tangga, maka kawinlah, karena kawin dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa, maka sesungguhnya yang demikian itu dapat mengendalikan hawa nafsu.” (HR. Bukhari)
Secara tidak langsung, Al-Qur’an dan hadist mengakui bahawasannya kedewasaan sangat penting dalam perkawinan. Usia dewasa dalam Fiqh ditentukan dengan tanda-tanda yang bersifat jasmani yaitu tanda-tanda baligh secara umum anatara lain sempurnanya umur 15 tahun bagi pria, ihtilam bagi pria dan dan haid pada wanita minimal pada umur sembilan tahun.
Tasawuf Sebagai Solusi Bagi Pernikahan Dini
Zaman modern yang serba canggih sekarang ini, kebanyakan para pemuda masa kini menjadi dewasa lebih cepat dari pada generasi-generasi sebelumnya, tetapi secara emosional, mereka memakan waktu yang jauh lebih panjang untuk mengembangkan kedewasaan.
Kesenjangan antara kematangan fisik misalnya menjadikan kelenjar-kelenjar seksual mulai bekerja aktif untuk menghasilkan hormone-hormone yag dibutuhkan. Ini kemudian menyebabkan terjadinya dorongan untuk menyukai lawan jenis, sebagaimana manifestasi dari kebutuhan seksual. Pada taraf ini keinginan untuk mendekati lawan jenis banyak disebabkan oleh dorongan seks.
Akibatnya manakala terdapat jalan untuk memenuhi dorongan seks dengan sesama jenis, dapat dengan mudah terjadi. Justru pernikahan menjdi solusi bagi remaja sehingga tidak terjadi yang tidak diinginkan. tentunya harus melalui rambu-rambu yang diberikan dalam Tasawuf.
Ajaran tasawuf mengenai maqam-maqam dapat menjadi solusi atau inspirasi bagi ketenangan atau pembinaan pernikahan dini untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga penulis menjabarkan beberapa yang harus diterapkan bagi keluarga Nikah dini diataranya:
- Taubat yaitu usaha seseorang untuk memperbaiki diri kesadarannya dan kemauannya. Untuk pembinaan bagi keluarga nikah dini akan mengarah pada proses perubahan mental pada diri seseorang karena dosa dan kesalahan. Taubat dapat mengubah jiwa yang terganggu menjadi sehat teanang dan sejahtera kembali, mengubah tindak kejahatan jadi kebaikan. Yang harus dilakukan adalah mulai mengubah pola hidup utamanya dari hal-hal yang dirasa sebagai sumber dosa yang membuat keresahan.
- Wara adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Menjaga diri yang mempengaruhi stabilitas mental dan jiwa dari gngguan eksternal maupun internal. Menjag diri dari berbagai aktivitas yang tidak dapat mengganggu stabilitas jiwa hal ini berupa prilaku seperti makanan yang haram dan syubhat. Selektif mengkonsumsi makanan, minuman, uang, sandang pangan dan lain-lain.
- Zuhud merupakan pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik. Proses kontrol emosional (hawa nafsu, amarah dan syahwat dan sebaginya) negatif menuju positif. Berfikir lebih balance antara ukhrawi diabanding duniawi. Positive thingking dari sikap apatis dan perilaku serakah apalagi menyakiti dan menzholimi seseorang. Melatih diri berorientasi ke arah akhirat dari semua kegiatan.
- Faqr yaitu sadar akan materialisdan kemewahan duniawi adalah milik-Nya. Manusia hakiktnya miskin tidak salah menjadi kaya asalakan kekayaan itu tidak disombongkan. Sederhana dalam perbuatan, sikap dan prilaku dari yang berlebih-lebihan.
- Sabar yaitu adanya kadar dan ketentuan dalam rangkaian rukun iman. Mengedepankan sifat sabar dan syukur dalam menerima suka dan duka. Tabah, sabar, syukur, dan mengambil hikmah dari perbuatan itu sendiri.
- Tawakkal adalah penyerahan diri dan jiwa. Diri, jiwa, nafas, hidup dan aktivitas apa saja pun serahkanlah kepada Allah. Bisa dikatakan optimis membangun spirit if life.
- Ridha menerima segala yang terjadi dengan senang hati karena segala yang terjadi itu merupakan kehendak Allah swt. Eksistensi manusia pada dasarnya untuk mencapai kebaikan bukan keburukan serta keyakinan dan pendirian yang kokoh. Ridha mencerminkan puncak ketenangan mental seseorang dunia ini adalah merupakan kekuasaan Allah kodrat dan iradat-Nya secara mutlak. Bila kegembiraannya diwaktu ditimpa bencana sama dengan kegembiraanya dikala mendapat karunia.
Dari sini kita dapat mengambil sedikit ulasan bahwasannya pembinaan tasawuf diatas dapat menjadi solusi bagi kesehatan mental bagi remaja yang menikah di usia dini. Sehingga perjalanan yang diterapkan dengan nilai dan tahapan menjadi penting dan wajib diterapkan oleh seorang muslim jika ingin mendapatkan ketenangan jiwa. Sehingga apa yang diinginkan menjadi kebahagiaan tersendiri dan tidak berdampak pada keretakan rumah tangga dan psikologis anak.
Kesimpulan
Pada intinya Tujuan akhir dari tasawuf adalah bagaiman memperoleh derajat kedekatan dengan Tuhan sedekat-dekatnya. Sama halnya dengan si pecinta batu akik dan si pemuda yang jatuh cinta, dalam bertasawuf juga harus ada tuntunan, jalan, dan usaha yang sungguh-sungguh sehingga tidak sia-sia lah apa yang dicita-citakan yakni mencapai keridhaan ilahi. Dan memulai dengan sistem takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Kemudian wajib mealui pembinaan kesehatan mental dengan cara Tobat, wara, Zuhud, Faqr, sabar, dan Tawakkal dan ridha.
Daftar Pustaka
Agustang. 2017. Tasawuf Anak Muda (Yang Muda Yang Berhati Mulia, Sleman: Deepublish.
Adhim, Adhim. 2020. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani.
Al-Hadhramy, Salim Bin Samir. Tt. Safinah an Najah, Dar al, Abidin, Surabaya,tt
Ja’far. 2013. Orisininalitas Tasawuf : Doktrin Tasawuf Dalam Al-Qur’an Dan Hadis, Aceh:Divisi Penerbitan.
Junaedi, Dedi . 2003. Bimbingan Perkawinan (Membina Keluarga Sakinah Menurut Al Qur‟an Dan As Sunnah),(Jakarta: Akademika Pressindo
Luth, Thohir. 2011. Syari’at Islam Mengapa takut?, Malang: Universitas Brawijaya Pres.
Ni’am, Syamsun. 2014. Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf, (Maguharjo: ArRuzz Media.
Muhyi, J. a. 2006. Jangan Sembarang Menikah Dini. (Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa.
Imam Nawawi, Imam. 2010. Hadist Arbai’n Dijelaskan oleh Abdullah Haidar, Surakarta:Indiva Media Kreasi.
Syamsun Ni’am. 2014. Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf, Yogykarta: Ar-Ruzz Media.
Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan islam danUndang-UndangPerkawinan (Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan), cet II, Yogyakarta: Liberty.
Rofiq, Ahmad. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. II, (Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Rofiq, Ainur. 2016. Tasawuf Dan Kesehatan Dalam Priba Di Manusia,”Jurnal UmmulQura” (Volume VII No. 1 Maret 2016) 99-100
M. Fahli Zatra Hadi, Tasawuf Untuk Kesehatan Mental, http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Anida/article/view/1493/1287 diakses Pada Tanggal 17 november 2020.
http://repo.iain-padangsidimpuan.ac.id/249/1/Armyn%20Hasibuan.pdf diakses pada tanggal 17 november 2020.